PENGETAHUAN TINGKAT IV

Posted by Unknown Jumat, 19 Juli 2013 0 komentar
Setelah manusia memperoleh pengetahuan tingkat III, apakah manusia masih memerlukan pengetahuan yang lebih tinggi lagi, yaitu pengetahuan tingkat IV? Manusia tentu belum merasa cukup dengan pengetahuan tingkat III dan masih memerlukan lagi pengetahuan tingkat IV. Lantas apa yang dimaksud dengan pengetahuan tingkat IV itu?

Pengetahuan tingkat IV itu tidak hanya sekedar keinginan darri manusia untuk mengetahui berbagai fenomena alam maupun fenomena sosial yang dapat terindera secara langsung, yang ghaib, maupun segala proses rekayasa dari hasil pengetahuan tersebut. Tidak hanya sekedar itu.

Pengetahuan tingkat IV adalah keinginan dari manusia untuk mengetahui hakikat dibalik fenomena yang ada dari seluruh alam semesta ini. Dengan demikian, pengetahuan yang ingin diperoleh tidak hanya sekedar tingkat I, II dan III, tetapi ingin mengetahui hakikat dibalik dari semua pengetahuan tersebut, yaitu mulai dari pengetahuan tingkat I, II dan III. Manusia tentu menyimpan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap misteri keberadaan alam semesta ini (Triono, 2010).

Jika pengetahuan tingkat IV ini disederhanakan, maka pengetahuan ini sesungguhnya ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat dari alam semesta ini, termasuk manusia dan kehidupan ini, sebenarnya asal-muasalnya dari mana? Apakah alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada yang menciptakan ataukah Pencipta itu tidak ada? Dengan kata lain, yang ada itu sebenarnya hanyalah materi dan materi itu bersifat kekal (azali), tidak berawal dan tidak akan berakhir, ataukah materi itu ada yang menciptakan?

Sekali lagi, jika hendak dirumuskan, maka hakikat (kebenaran) dari pengetahuan tingkat IV ini memang hanya 2 kemungkinan, yaitu:
1. Alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada penciptanya, atau
2. Alam semesta, manusia dan kehidupan ini tidak ada Penciptanya.

Hakikat dari pengetahuan tingkat IV yang akan muncul dari seluruh akal manusia tentu tidak akan keluar dari 2 kemungkinan tersebut. Dengan kata lain, jawaban dari pertanyaan tentang misteri alam memang bersifat hitam-putih, tidak ada yang bersifat abu-abu. Sehingga tidak ada alternative jawaban yang ketiga.

Selanjutnya, apa konsekuensi dari masing-masing jawaban tersebut? Jika jawaban dari asal-muasal alam, manusia dan kehidupan ini ada Penciptanya. Jawaban tersebut tentu akan mnimbulkan pertanyaan turunan. Apa pertanyaan turunannya? Jika manusia, alam dan kehidupan ini ada Penciptanya, maka yang menjadi pertanyaan turunan adalah:
1. Apa sesungguhnya tujuan Pencipta menciptakan manusia, alam dan kehidupan di dunia ini?
2. Setelah Pencipta menciptakan kehidupan di dunia ini, apakah ada kehidupan lagi setelah khidupan di dunia ini?

Konsekuensi tersebut tentu sangat berbeda dibanding jika jawabannya adalah manusia, alam dan kehidupan ini tidak ada Penciptanya. Tentu tidak ada konsekuensi pertanyaan turunan apapun. Jika yag dipertanyakan: apa sesungguhnya tujuan hidup manusia di dunia ini? Jawabannya adalah: terserah masing-masing manusia. Manusia bebas menentukan tujuan hidupnya. Demikian juga mengenai kehidupan setelah dunia, tentu tidak ada. Sebab, kehidupan dunia ini adalah kekal, tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya.

Inilah yang disebut dengan pengetahuan tingkat IV. Lantas, bagaimana metode yang dapat digunakan manusia untuk bisa mencapai pengetahuan tingkat IV ini? Metode yang dimaksud tentu saja adalah metode yang bisa menghantarkan pada jawaban yang nilainya adalah: pasti benar. Pertanyaan yang lebih khusus lagi adalah: metode apa yang digunakan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran pengetahuan tingkat IV ini?

Jawabnya tentu sudah kita ketahui semua. Metode yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan tingkat IV ini ternyata adalah tetap dengan menggunakan metode ilmiah-nya. Sehingga pengetahuan tingkat IV yang diperoleh para ilmuwan seluruhnya adalah sama. Manusia, alam dan kehidupan ini tidak ada Penciptanya. Yang ada hanyalah materi dan materi itu bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir). Materi bersifat kekal, sedangkan Tuhan itu tidak ada.

Mengapa jawaban para ilmuwan bisa seperti itu? Untuk mengetahuinya sangatlah mudah. Penyebabnya hanya satu, yaitu sangat tergantung dengan metode yang digunakan untuk menjawabnya. Jika metode yang digunakan adalah metode ilmiah, maka selamanya Tuhan tetap tidak ada. Sebab, keberadaan Tuhan itu memang tidak akan bisa diuji dengan ekserimen ilmiah.

  Jika para ilmuwan hendak menguji asal-muasal dari alam (materi) ini dengan menggunakan eksperimen ilmiah atau diuji di dalam skala laboratorium, maka yang didapat oleh para ilmuwan adalah sama, yaitu materi tidak akan pernah bisa diciptakan dan dimusnahkan oleh manusia. Ketika manusia berusaha untuk menghancurkan suatu benda atau materi tertentu, dengan cara melumatnya, membakarnya, melelehkannya, menembaknya dengan sinar laser dsb. Tentu tidak akan pernah bisa. Materi tidak akan bisa hilang atau berkurang jumlah massanya. Yang terjadi hanyalah perubahan wujudnya saja, yaitu berubah dari bentuk padat, menjadi cair, kemudian menjadi gas dan seterusnya (Athiyat, 1988).

Demikian juga ketika manusia berupaya untuk menambahkan jumlah materi yang ada di alam ini, sekecil apapun jumlah massa yang ingin ditambahkan, maka selamanya manusia tidak akan berhasil menambahkannya. Apa kesimpulan dari semua eksperimen ini? Akhirnya para ilmuwan berhasil merumuskan hukum bagi materi dan energi yang ada di alam semesta ini, yang dikenal dengan Hukum Kekekalan Materi dan Energi.

Bagaimana bunyi hukum tersebut? Hukum kekekalan materi dan energi isinya adalah: “materi dan energi itu tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan”. Apa maknanya? Maknanya adalah: Pencipta itu tidak ada dan Hari Kiamat itu juga tidak ada. Yang ada hanyalah materi dan materi itu kekal (azali). Itulah hukum kekekalan materi dan energi produk dari para ilmuwan.

Apakah “eksperimen ilmiah” yang dilakukan para ilmuwan hanya berhenti dalam skala laboratorium? Tentu saja tidak. Mereka terus beupaya untuk mencari “bukti-bukti ilmiah” untuk menjawab hakikat asal-muasal manusia, alam dan kehidupan ini. Charles Darwin adalah salah seorang ilmuwan yang sangat bersemangat untuk menjawab misteri kehidupan ini.

Charles Darwin berupaya untuk mengumpulkan berbagai fosil yang dia gali dari beberapa lapisan permukaan bumi. Salah satu fosil yang cukup lengkap dia peroleh adalah fosil kuda. Kebetulan dia menemukan fosil kuda dari beberapa lapis bumi yang bentuknya berbeda-beda. Dari lapis yang terdalam, dia menemukan bentuk kaki kuda yang masih memiliki lima jari-jemari seperti tangan manusia. Kemudian pada lapis di atasnya, jari-jari tersebut berkurang (ada yang memendek). Lapis di atasnya terus berubah, sehingga lapis yang paling atas adalah bentuk kaki kuda sebagaimana yang kita lihat sekarang ini.

Apa kesimpulannya? Charles Darwin menyimpulkan bahwa kuda tersebut telah mengalami proses evolusi dalam masa yang sangat panjang. Mungkin samapi beribu-ribu tahun proses evolusinya. Selanjutnya, apa yang akan dikatakan oleh Darwin berkenaan dengan temuan “ilmiah”nya ini?

Charles Darwin kemudian menarik kesimpulan secara general bahwa seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini mengalami proses evolusi dari bentuk yang paling sederhana, yaitu dari makhluk bersel satu, sampai menjadi bentuk kehidupan yang sangat maju seperti sekarang ini. Hal itu juga terjadi pada manusia. Manusia hanyalah salah satu produk dari proses evolusi tersebut. Salah satu bagian dari rantai evolusi dari manusia adalah berasal dari hewan primate, kemudian menjadi kera, selanjutnya berjalan tegak (phitecantrophus erectus), kemudian menjadi “hewan” yang bisa berfikir (homo sapiens) dan terakhir menjadi manusia berfikir cerdas (homo sapien sapiens) seperti sekarang ini.

Apa konsekuensi dari produk teori Darwin ini? Tentu saja “keyakinan” tentang penciptaan manusia yang berasal dari Tuhan akan tertolak semua. Keyakinan agama yang selama ini menyatakan bahwa asal-muasal dari manusia itu adalah dari manusia yang satu, yaitu Nabi Adam AS akan gugur dengan sendirinya.

Selanjutnya, bagaimana dengan penjelasan dari ilmuwan tentang hakikat “kejadian” alam semesta ini? Untuk menjawab tentang teori “kejadian” alam semesta ini, teori yang dianggap paling kuat dan paling banyak diterima “kebenarannya” di kalangan ilmuwan adalah teori “Big Bang”  (teori ledakan besar).

Menurut teori ini, proses kejadian alam semesta itu berasal dari sebuah kabut (debu) yang ada di alam semesta ini. Kemudian, tiba-tiba kabut ini berputar dan berputar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Karena perputarannya semakin meninggi, akhirnya menimbulkan ledakan yang sangat besar. Hasil dari ledakan itu, melahirkan bermilyar-milyar benda angkasa yang terus berputar menjauhi titik pusat ledakan.

Benda-benda angkasa yang terus berputar itu lama-kelamaan ada yang memadat dan membeku, namun masih ada juga yang berwujud bola-bola api yang sangat besar. Benda-benda angkasa yang memadat itu kemudian dikenal dengan planet-planet, sedangkan yang masih berwujud api disebut bintang. Salah satu planet tesebut adalah bumi, sedangkan salah satu contoh bintangnya adalah matahari.

Bagaimana pengujian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan untuk “membenarkan” teorinya ini? Salah satu pengujian ilmiah yang mereka lakukan adalah dengan mengamati pergerakan bintang yang ada di alam semesta ini. Menurut pengamatan mereka, gugusan bintang yang ada di alam semesta ini terus-menerus mengalami pergerakan yang semakin menjauh dari sumbu utamanya, yaitu titik hitam (black hole). Fakta-fakta itu dijadikan bukti bahwa pergerakan yang semakin menjauh dari titik pusat ini, walaupun sangat lambat, merupakan bukti dari sisa-sisa energy yang berasal dari ledakan besar tempo doeloe itu.

Itulah penjelasan dari ilmuwan tentang proses kejadian alam semesta ini. Sekali lagi, apa kesimpulan penting dari teori Big Bang ini? Kesimpulannya sama seperti sebelumnya, bahwa peran Tuhan itu tidak ada. Semuanya terjadi sesuai dengan “Hukum Alam” itu sendiri. Materi-materi yang ada di alam ini semuanya telah berjalan mengikuti “kehendak” dari hukum alam yang bersifat tetap.

Sampai di sini, apa kesimpulan yang dapat kita tarik? Kesimpulannya tidak lain adalah hilangnya posisi dan peran agama dalam semua kancah ilmu pengetahuan, baik dalam ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, psikologi, ekonomi, sosiologi, antropologi dsb. Semuanya telah bersih dari “dogma-dogma” agama, yang “tidak bisa” dibuktikan secara ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode ilmiah.

Sumber:
Ekonomi Islam Madzhab HAMFARA
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: PENGETAHUAN TINGKAT IV
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://avathuroba.blogspot.com/2013/07/pengetahuan-tingkat-IV.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

trikmudahseo.blogspot.com support www.evafashionstore.com - Original design by Bamz | Copyright of aVathuroba.